Selasa, 26 April 2016

ROTAN DAN PEREMPUAN DALAM HIMPITAN EKSPANSI PERUSAHAAN SAWIT

Ketika kita berbicara tentang kebun sawit maka yang ada dalam pikiran dan angan – angan kita adalah banyaknya uang yang kita dapatkan dari hasil panen di kebun sawit (itu jika kita/masyarakat) yang memiliki,mengelola dan memanfaatkannya sendiri, namun apa jadinya ketika yang memiliki adalah Perusahan – Perusahan,dan dimanakah letak kelola dan manfaat yang bisa di nikmati oleh  masyarakat,khususnya Masyarakat Adat dan terutama perempuan adat.
Dan ketika kita berbicara tentang perempuan adat terkait dengan pengelolaan,hingga pemanfaatan hasil hutannya, maka kita tidak akan bisa menjauhkan mereka dari sumber – sumber penghidupannya.

Dan hal ini seperti yang di tuturkan oleh Ibu Mardiana Deren (55 Tahun),beliau seorang PNS (Tenaga Kesehatan) di RSU Barito Timur,Kalimantan Tengah. Perempuan yang berasal dari  Suku Dayak Ma’anyan,Kecamatan Dusun Timur,Kabupaten Barito Timur ,Kalimantan Tengah tersebut,menceritakan betapa tidak bisanya perempuan – perempuan adat di komunitas Dayak Ma'anyan jauh dari Rotan dan Berladang. Dalam perbincangan beliau (Ibu Mardiana Deren) menceritakan bahwa rotan adalah salah satu sumber penghidupan yang membantu perekonomian di keluarga selain berladang, dan di kerjakan oleh perempuan adat di tempatnya, selain sebagai penunjang sumber – sumber pendapatan,rotan juga menjadi salah satu alat pelengkap ritual di Suku Dayak Ma’anyan, fungsi rotan adalah sebagai bahan pengikat tempat – tempat ritual.
Rotan sendiri bisa di dapatkan dari dalam hutan,tepi danau dan sungai serta rawa – rawa, namun setelah masuknya perusahaan – perusahaan sawit ke wilayah adat mereka,dan menutup rawa – rawa,danau serta sungai yang ada,maka hingga saat ini mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan rotan,karena tempat tumbuh dan berkembangnya rotan sudah beralih fungsi menjadi kebun sawit,dan mereka hanya menjadi buruh atau bahkan masih berjuang untuk merebut kembali hak atas wilayah adatnya,yang oleh penguasa pada era 1990 – 2000,tanah – tanah mereka diambil penguasaan dan pengelolaannya. Dan untuk mendapatkan rotan terpaksa mereka membeli dari Kabupaten lain di Kalimantan Tengah. Perlu kita ketahui bahwa rotan memiliki nilai ekonomi yang berkesinambungan baik di jadikan anyaman,maupun di jual utuh ke pasaran,dan kelompok anyaman rotan dampingan Ibu Mardiana Deren (Kelompok Pengrajin Rotan Ngamang Talam) hingga saat ini sudah menjual hasil karyanya di kampung – kampung di Kecamatan Dusun Timur,Pasar Tradisional di Kabupaten Barito Timur dan Gerai Nusantara AMAN – Jakarta.hal ini sebagai bentuk eksistensi rotan dari tangan – tangan Perempuan adat di tengah himpitan masifnya ekspansi perusahaan sawit di wilayah mereka.

Catatan ini saya dedikasikan untuk perempuan – perempuan yang terus berkarya dengan rotan di seluruh Nusantara,terutama untuk Ibu Mardiana Deren,Ekatni Etan Dana,Pipi Supeni,Sritiawati dan kawan – kawan yang tidak bisa saya sebutkan satu – persatu,sembari menunggu waktu rapat lanjutan persiapan Temu Nasional PEREMPUAN AMAN,saya mengajak Ibu Mardiana Deren yang juga sebagai Dewan Nasional PEREMPUAN AMAN Region Kalimantan,untuk menceritakan tentang anyaman rotan dari kelompok perempuan yang beliau dampingi.

3 komentar:

  1. Ahhh, dapat inspirator awak nih...
    Sekalian di ajari nantik cara mengelola blog ya kak..
    Wkwkwk

    BalasHapus
  2. waduhhh nanti kalo ada waktu kita sharing pengetahuannya ya..sama-sama masih belum fasih mengelola Blog.

    BalasHapus