Rabu, 08 Juni 2016

RITUAL ADAT PO’O (RITUAL SEBELUM PENANAMAN PADI/JAGUNG) KOMUNITAS ADAT BOAFEO-NTT



Ritual adat Po’o  biasa dilakukan  pada bulan oktober sebelum proses penanaman padi atau jagung disetiap tahunnya. Ritual adat ini dilaksanakan sebelum proses awal menanam padi atau jagung.  Ritual Po’o ini melibatkan Tetua-Tetua Adat, pemerintah desa, dan  seluruh masyarakat di komunitas Boafeo. 

Proses ritual ini dilaksanakan di tempat  khusus  yang sudah menjadi tempat ritual turun-temurun. Sebelum ritual Po’o dilaksanakan, hari sebelumya masyarakat harus mempersiapakan bahan-bahan dan keperluan untuk ritual  seperti mengumpulkan kayu bakar, mempersiapkan tungku, menyiapkan bambu yang menjadi wadah untuk memasak nasi ,  beras,  1 ekor ayam tiap keluarga yang sudah memiliki tanah garapan. Setelah bahan untuk ritual terkumpul, masyarakat berkelompok membuat tungku. Satu kelompok biasanya terdiri dari tiga samapi empat  keluarga. 

Proses ritual biasanya dimulai pada jam 06.00 pagi. Semua masyarakat berkumpul di tempat ritual.  Kemudian Mosalaki (Tetua Adat) menyalakan api pada tungkunya, setelah api menyala disebarkan ke tungku masyarakat lain untuk memulai proses memasak. Beras dimasukkan ke dalam bambu kemudian dibakar (Bheto). Masing-masing kelompok memasak pada tungkunya. 

Mosalaki  membuat masakan khusus untuk disajikan kepada leluhur. Saat semua kelompok selesai memasak, proses ritual bisa dilaksanakan. Ritual Po’o dilakukan dengan memberi makan kepada leluhur dengan cara melemparkan makanan tersebut ke tempat yang dipercayai sebagai kuburan leluhur(nenek moyang)  yang diwakili oleh Mosalaki sebagai ungkapan terima kasih kepada leluhur yang sudah mewariskan tanah garapan sebagai sumber kehidupan mereka. 

Jika ritual tersebut dilanggar maka, semua tanaman akan hancur dan tidak membuahkan hasil.
Proses ritual selanjutnya  adalah Rokaniku (pengusiran hama). Rokaniku ini dilakukan di sungai terdekat dari tempat ritual. Dalam proses ini masyarakat harus menangkap belalang terlebih dahulu, kemudian mencari daun yang ukurannya lebar. Daun tersebut dibentuk menyerupai perahu,  belalang dimasukkan ke dalam perahu tersebut kemudian dihanyutkan ke sungai. 

Belalang adalah salah satu hama yang sering merusak tanaman. Karena itu proses Rokaniku ini dipercaya  dapat menyelamatkan tanaman dari serangan hama. Setelah itu masyakat kembali ke tempat ritual sebelumnya, dalam perjalan mereka bernyanyi lagu NGGO DOWE (lagu untuk menyambut penanaman). Saat mereka sampai di tempat ritual mereka makan bersama sambil mendengarkan arahan-arahan dari Tetua Adat dan tokoh pemerintah setempat. Saat itulah masyarakat bisa melakukan penanaman di lahan garapan mereka.


Tulisan dari “Mayasari Bombong” (Peserta magang Divisi Pendidikan Masyarakat Adat-AMAN)

dari Komunitas Adat Tawalian-Mamasa, Sulawesi Barat
08 Juni 2016

0 komentar:

Posting Komentar