Kisah tentang
perjuangan seorang Perempuan yang juga seorang ibu di Kalimantan tengah.
Ibu Mardiana
seorang Perempuan adat yang tinggal di wilayah kalimantan tengah, beliau
bekerja sebagai seorang perawat di salah satu Rumah sakit di Daerah Tamiang
layang,akan tetapi dengan masuknya perusahaan SGM ( Sawit Graha Mandiri ) yang
membuka lahan untuk sawit di wilayah Desa Sarapat, tanpa memperhatikan situasi
dan keadaan masyarakat adat di sana maka
mulai timbul kekhawatiran – kekhawatiran. Di antaranya konflik antara
masyarakat dengan perusahaan, karyawan perusahaan dan masyarakat adat di sana.
Dan rusaknya sumber daya alam yang selama ini menjadi mata pencahariaan
masyarakat adat di wilayah tempat tinggal ibu mardiana.
Mulai masuk ke
hutan bersama masyarakat adat dayak
maya’an untuk melakukan perlawanan – perlawan terhadap arogansi perusahaan, dan
melawan pelanggaran – pelanggaran yang di akibatkan setelah adanya kebun sawit
di Desa Sarapat, ketika harus berhadapan dengan perusahaan SGM ( sawit graha
mandiri ) usaha mereka juga menempuh jalur mediasi dengan pihak pemerintahan
mulai dari tingkatan Kecamatan, Kabupaten,Propinsi hingga Nasional dengan di
mendapat pengawalan dari Komnas HAM,dengan menghasilkan keputusan bahwa
perusahaan SGM ( Sawit Graha Mandiri )
dengan luasan 330 Ha, dari total 685 Ha hutan adat yang menjadi lahan sawit, di
mana hutan adat ini di huni oleh masyarakat adat dayak maya’an di tiga belas
titik, namun hingga kini keputusan tersebut belum terealisasi.
Dan pada tahun
2011 ibu mardiana memimpin upacara
ritual adat bersama masyarakat adat dayak maya’an di tengah – tengah kebun
sawit, dan usaha mereka mendapat perlawanan dari perusahaan sawit namun dengan
segala daya upaya, mereka di ijinkan untuk melakukan ritual adat akan tetapi
dengan pengawalan ketat dari pihak kepolisian, dan satpam perusahaan. Dan dalam
setiap perjuangan beliau selalu mendapatkan tekanan serta ancaman dari pihak
perusahaan, akan tetapi tidak menyurutkan langkah ibu mardiana untuk berjuang
melawan perusahaan sawit, hingga hutan adat mereka di kembalikan.
Hingga saat
ini ibu mardiana masih aktif bekerja di rumah sakit Kabupaten Tamiang Layang
selalu mengalami intimidasi, dan mendapatkan ancaman – ancaman bahkan sempat
juga beliau mendapat diskriminasi di tempat kerjanya, di pindah tugaskan tanpa
pemberitahuan dari pihak rumah sakit tempat beliau bekerja. Namun setelah di
lakukan negosiasi oleh AMAN Kalteng, beliau di pekerjakan lagi di rumah sakit
tempat beliau bekerja.
Mengingat
masyarakat adat selama ini masih tidak mengetahui dan tidak pernah mendapatkan
sosialisasi mengenai hukum – hukum serta kebijakan pemerintah, maka mereka
mengalami trauma yang sangat berat ketika berhadapan dengan pihak perusahaan
yang selalu berpatokan pada hukum negara maka masyarakat adat selalu di tindak
pidana dan di kriminalisasikan, hal tersebut menimbulkan kecemasan, mengingat
hanya hukum adat yang mereka ketahui.
Dan hal inilah
yang menjadikan ibu mardiana dalam perjuangannya menggunakan strategi –
strategi untuk menghindari pemberlakuan hukum serta kebijakan negara, mengingat selama ini bagi masyarakat adat
yang mereka ketahui dan mereka laksanakan adalah hukum adat, di mana dalam
menyelesaikan setiap permasalahan selalu melalui musyawarah adat yang di pimpin
oleh Hakim adat atau dewan adat, dengan tujuan untuk menghasilakan keputusan –
keputusan bersama yang bertujuan memberikan efek jera pada pelaku tepatnya
masyarakat adat tanpa mengkriminalisasikan mereka. Akan tetapi selama ini
pemerintah selalu menafikkan atau sama sekali tidak menganggap hukum adat, demi
kepentingan – kepentingan korporasi dan investor. Dan hal ini membuat semakin
terdiskriminasinya masyarakat adat di indonesia.







0 komentar:
Posting Komentar