Rabu, 17 April 2013

PEREMPUAN DAN SAWIT



Kisah tentang perjuangan seorang Perempuan yang juga seorang ibu di Kalimantan tengah.

Ibu Mardiana seorang Perempuan adat yang tinggal di wilayah kalimantan tengah, beliau bekerja sebagai seorang perawat di salah satu Rumah sakit di Daerah Tamiang layang,akan tetapi dengan masuknya perusahaan SGM ( Sawit Graha Mandiri ) yang membuka lahan untuk sawit di wilayah Desa Sarapat, tanpa memperhatikan situasi dan keadaan masyarakat  adat di sana maka mulai timbul kekhawatiran – kekhawatiran. Di antaranya konflik antara masyarakat dengan perusahaan, karyawan perusahaan dan masyarakat adat di sana. Dan rusaknya sumber daya alam yang selama ini menjadi mata pencahariaan masyarakat adat di wilayah tempat tinggal ibu mardiana.
Mulai masuk ke hutan  bersama masyarakat adat dayak maya’an untuk melakukan perlawanan – perlawan terhadap arogansi perusahaan, dan melawan pelanggaran – pelanggaran yang di akibatkan setelah adanya kebun sawit di Desa Sarapat, ketika harus berhadapan dengan perusahaan SGM ( sawit graha mandiri ) usaha mereka juga menempuh jalur mediasi dengan pihak pemerintahan mulai dari tingkatan Kecamatan, Kabupaten,Propinsi hingga Nasional dengan di mendapat pengawalan dari Komnas HAM,dengan menghasilkan keputusan bahwa perusahaan SGM ( Sawit Graha Mandiri  ) dengan luasan 330 Ha, dari total 685 Ha hutan adat yang menjadi lahan sawit, di mana hutan adat ini di huni oleh masyarakat adat dayak maya’an di tiga belas titik, namun hingga kini keputusan tersebut belum terealisasi.
Dan pada tahun 2011  ibu mardiana memimpin upacara ritual adat bersama masyarakat adat dayak maya’an di tengah – tengah kebun sawit, dan usaha mereka mendapat perlawanan dari perusahaan sawit namun dengan segala daya upaya, mereka di ijinkan untuk melakukan ritual adat akan tetapi dengan pengawalan ketat dari pihak kepolisian, dan satpam perusahaan. Dan dalam setiap perjuangan beliau selalu mendapatkan tekanan serta ancaman dari pihak perusahaan, akan tetapi tidak menyurutkan langkah ibu mardiana untuk berjuang melawan perusahaan sawit, hingga hutan adat mereka di kembalikan.
Hingga saat ini ibu mardiana masih aktif bekerja di rumah sakit Kabupaten Tamiang Layang selalu mengalami intimidasi, dan mendapatkan ancaman – ancaman bahkan sempat juga beliau mendapat diskriminasi di tempat kerjanya, di pindah tugaskan tanpa pemberitahuan dari pihak rumah sakit tempat beliau bekerja. Namun setelah di lakukan negosiasi oleh AMAN Kalteng, beliau di pekerjakan lagi di rumah sakit tempat beliau bekerja.
Mengingat masyarakat adat selama ini masih tidak mengetahui dan tidak pernah mendapatkan sosialisasi mengenai hukum – hukum serta kebijakan pemerintah, maka mereka mengalami trauma yang sangat berat ketika berhadapan dengan pihak perusahaan yang selalu berpatokan pada hukum negara maka masyarakat adat selalu di tindak pidana dan di kriminalisasikan, hal tersebut menimbulkan kecemasan, mengingat hanya hukum adat yang mereka ketahui.
Dan hal inilah yang menjadikan ibu mardiana dalam perjuangannya menggunakan strategi – strategi untuk menghindari pemberlakuan hukum serta kebijakan negara,  mengingat selama ini bagi masyarakat adat yang mereka ketahui dan mereka laksanakan adalah hukum adat, di mana dalam menyelesaikan setiap permasalahan selalu melalui musyawarah adat yang di pimpin oleh Hakim adat atau dewan adat, dengan tujuan untuk menghasilakan keputusan – keputusan bersama yang bertujuan memberikan efek jera pada pelaku tepatnya masyarakat adat tanpa mengkriminalisasikan mereka. Akan tetapi selama ini pemerintah selalu menafikkan atau sama sekali tidak menganggap hukum adat, demi kepentingan – kepentingan korporasi dan investor. Dan hal ini membuat semakin terdiskriminasinya masyarakat adat di indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar