Senin, 05 Desember 2016

BATASAN USIA DEWASA SESUAI PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA (Learn to Analyze) #Documentation2#

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya banyak pemikiran-pemikiran terkait batasan usia dan juga kedewasaan dari seseorang, atau lebih tepatnya anak-anak usia remaja yang memasuki kategori dewasa. Dalam hal ini, perdebatan tentang batasan umur masih terus berlangsung, tanpa ada kejelasan dan kepastian hukum yang bisa menjelaskannya.

Batasan-batasan umur terkadang tidak seiringan dengan ukuran kedewasaan yang sesuai dengan ketentuan, definisi tentang batasan umur itu sendiri hingga saat ini masih sangat rancu dalam pelaksanaannya, seperti dalam perundang-undangan terkait usia pernikahan, usia wajib pilih saat pesta pemilihan umum berlangsung dan beberapa peraturan lainnya.

Dan hal ini semakin menyebabkan kebingungan bagi setiap warga negara dalam melaksanakan kewajibannya, dan juga untuk mendapatkan haknya sebagai seorang warga negara. Batasan usia pernikahan yang diatur dalam perundang-undangan saat ini, masih menjadi perdebatan. Dikarenakan banyak hal yang menjadi pertimbangan terkait batasan-batasan tersebut, salah satunya bagaimana jika pemberlakuan tersebut menghambat proses pernikahan pada seseorang yang usianya masih masuk kategori belum dewasa, atau belum memasuki usia pernikahan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut para ahli terkait batasan umur, khususnya bagaimana Negara memberikan perlindungan dan hak tercantum dalam perundang-undangan yang dibuat, terutama dalam pemenuhan hak dari sebuah Negara kepada warganya, hal ini seperti tercantum dalam hasil penelitian terbagi menjadi 2 konteks yaitu:

1. Pengertian usia anak di Indonesia : manusia yang berusia 0-20 Tahun, yaitu mereka yang dalam perkembangannya terus menerus berubah/berkembang dan menjadikan potensi yang ada pada diri anaka tersebut, kemampuan sifat serta sikap dan perilaku konkrit, mencapai kematangan serta menuju kepada kedewasaan secara fisik dan psikis.[1]

2. Dari segi psikologis : anak merupakan makhluk individu, salah satu tahapan perkembangann manusia yang memiliki pribadi yang baik, khas, berbeda dengan pribadi manusia dewasa.[2]

1.2 Analisa Perundang-Undangan

Dalam beberapa perundang-undangan terkait batasan-batasan usia, masih banyak mengandung unsur yang berbeda dalam menterjemahkannya, dari beberapa pihak menterjemahkan batasan usia untuk anak-anak yang terkena tindak pidana adalah 16 Tahun[3], hal tersebut tercantum dalam undang-undang tindak pidana Pasal 45 .

Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah[4].

Simpang siur tentang batasan usia tentu saja menjadi semakin pelik ketika putusan itu menjerat pelaku tindak pidana di usia anak-anak. Namun dalam undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 47 (1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya:[5], hal tersebut juga diatur dalam Undang-undang perkawinan Nomor. 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat 1 yang berbunyi untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.[6] Dalam hal ini, kandungan pasal yang mengatur tentang batasan usia pada anak-anak di bawah usia 21 Tahun masih berada dalam tanggung jawab orang tuanya.

Dalam melihat sisi peraturan terkait pembatasan usia, hal ini juga berkaitan erat dengan akses layanan pendidikan, di mana selama ini masih banyak anak-anak usia wajib belajar yang belum terpenuhi haknya, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Negara seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 Pasal 9 ayat 3 yang berbunyi Warga negara Indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya pemerintah dan/atau pemerintah daerah.[7]

Dalam pemenuhan hak dan juga keterkaitannya dengan batasan umur juga memberikan dampak yang sangat merugikan bagi anak dari hasil pernikahan campuran, salah satu contohnya kasus Gloria seorang anak dari perkawinan yang kedua orang tuanya berbeda kewarganegaraan, sehingga Gloria tidak diperbolehkan untuk tergabung dalam team Paskibraka Republik Indonesia pada 17 Agustus 2016, karena berkewarganegaraan ganda, Gloria belum bisa menentukan status warga negaranya sebelum berusia 18 Tahun, seperti yang diatur dalam UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya Undang-Undang ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran. Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.[8]

Dalam hal ini pemerintah juga mengatur tentang batasan umur untuk ketenagakerjaan, dalam undang-undang ketenagakerjaan No. 23 Tahun 2003 Pasal 69 ayat 1 yang menyebutkan Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.[9] berkaitan dengan jumlah pekerja anak di Indonesia saat ini, Dari jumlah keseluruhan anak berusia 5-17, sekitar 58,8 juta, 4,05 juta atau 6,9 persen di antaranya termasuk dalam kategori anak yang bekerja. Dari jumlah keseluruhan anak yang bekerja, 1,76 juta atau 43,3 persen merupakan pekerja anak.[10]

1.3 Kesimpulan

Banyaknya undang-undang yang mengatur tentang batasan umur menjadi polemik tersendiri dalam pelaksanaannya, dalam hal ini beberapa peraturan yang diberlakukan kepada anak-anak, dengan definisi batasan usia yang masih simpang siur. Membuat beberapa kebijakan tersebut menjadi perangkap bagi generasi muda di Indonesia untuk menyampaikan haknya, dan juga dalam menjalankan kewajibannya sebagai warga negara, dan perlakuan-perlakuan yang tidak adil semakin menganulir kreatifitas anak bangsa.

Dengan demikian perlu adanya kesepakatan dari lintas sektoral, khususnya pemerintahan di Indonesia untuk kepastian pemberlakuan batasan usia, yang saat ini masih berbeda-beda. Dikarenakan jika tidak adanya kesepakatan dalam pembelakuan tersebut, maka akan terjadi kebingungan dalam implementasi seluruh undang-undang yang dibuat, yang sesungguhnya pembuatan undang-undang tersebut sangat baik namun tidak tersosialisasikan dengan baik.

Era kepemimpinan Presiden terpilih saat ini, besar harapan setiap warga negara khususnya anak-anak muda mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum, terutama terkait kebijakan yang telah diberlakukan selama ini. Perlindungan dalam hal ketenagakerjaan, pemenuhan hak mereka untuk pendidikan, dan juga bagaimana aturan-aturan itu menjadi payung hukum yang tidak semata-mata ada.

Hak dan kewajiban setiap warga negara yang sudah selayaknya terpenuhi dan di penuhi menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan penuh terhadap keberlangsungan hidup anak-anak yang menjadi ujung tombak perubahan di Republik Indonesia.

1.4 Penutup

Dalam priambule Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada pasal 27 ayat 1 yang menyebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.[11] Dan juga tertera dalam ayat 2 tentang tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.[12]

Upaya Negara untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak kepada warganya tercantum dalam konstitusi, yang harus di laksanakan oleh seluruh elemen pemerintahan di Republik Indonesia. Pemberlakuan peraturan pembatasan umur kepada anak-anak, selayaknya pemerintah melakukan pengkajian ulang yang tujuannya untuk memberikan perlindungan kepada warganya, dengan melihat dan mempertimbangkan keselamatan mereka, serta keberlangsungan masa depan generasi muda di Indonesia. Saat ini generasi muda menaruh harapannya pada kebijakan dan perlindungan dari pemerintah Indonesia saat ini hingga menunjang segala bentuk kreatifitas untuk menuju kehidupan yang lebih baik lagi.

1.5 Referensi [1] http://library.upnvj.ac.id/pdf/2s1h... [2] http://library.upnvj.ac.id/pdf/2s1h... [3] http://www.hukumonline.com/klinik/d... [4] http://wcw.cs.ui.ac.id/repository/d... [5] http://m-alwi.com/undang-undang-per... [6] http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_7... [7]http://www.kinerja.or.id/pdf/738e1b... [8] http://www.kpai.go.id/artikel/statu... [9] http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_... [10] http://www.ilo.org/jakarta/info/pub... [11] http://www.biomaterial.lipi.go.id/m... [12] http://www.biomaterial.lipi.go.id/m... -

Rabu, 08 Juni 2016

RITUAL ADAT PO’O (RITUAL SEBELUM PENANAMAN PADI/JAGUNG) KOMUNITAS ADAT BOAFEO-NTT



Ritual adat Po’o  biasa dilakukan  pada bulan oktober sebelum proses penanaman padi atau jagung disetiap tahunnya. Ritual adat ini dilaksanakan sebelum proses awal menanam padi atau jagung.  Ritual Po’o ini melibatkan Tetua-Tetua Adat, pemerintah desa, dan  seluruh masyarakat di komunitas Boafeo. 

Proses ritual ini dilaksanakan di tempat  khusus  yang sudah menjadi tempat ritual turun-temurun. Sebelum ritual Po’o dilaksanakan, hari sebelumya masyarakat harus mempersiapakan bahan-bahan dan keperluan untuk ritual  seperti mengumpulkan kayu bakar, mempersiapkan tungku, menyiapkan bambu yang menjadi wadah untuk memasak nasi ,  beras,  1 ekor ayam tiap keluarga yang sudah memiliki tanah garapan. Setelah bahan untuk ritual terkumpul, masyarakat berkelompok membuat tungku. Satu kelompok biasanya terdiri dari tiga samapi empat  keluarga. 

Proses ritual biasanya dimulai pada jam 06.00 pagi. Semua masyarakat berkumpul di tempat ritual.  Kemudian Mosalaki (Tetua Adat) menyalakan api pada tungkunya, setelah api menyala disebarkan ke tungku masyarakat lain untuk memulai proses memasak. Beras dimasukkan ke dalam bambu kemudian dibakar (Bheto). Masing-masing kelompok memasak pada tungkunya. 

Mosalaki  membuat masakan khusus untuk disajikan kepada leluhur. Saat semua kelompok selesai memasak, proses ritual bisa dilaksanakan. Ritual Po’o dilakukan dengan memberi makan kepada leluhur dengan cara melemparkan makanan tersebut ke tempat yang dipercayai sebagai kuburan leluhur(nenek moyang)  yang diwakili oleh Mosalaki sebagai ungkapan terima kasih kepada leluhur yang sudah mewariskan tanah garapan sebagai sumber kehidupan mereka. 

Jika ritual tersebut dilanggar maka, semua tanaman akan hancur dan tidak membuahkan hasil.
Proses ritual selanjutnya  adalah Rokaniku (pengusiran hama). Rokaniku ini dilakukan di sungai terdekat dari tempat ritual. Dalam proses ini masyarakat harus menangkap belalang terlebih dahulu, kemudian mencari daun yang ukurannya lebar. Daun tersebut dibentuk menyerupai perahu,  belalang dimasukkan ke dalam perahu tersebut kemudian dihanyutkan ke sungai. 

Belalang adalah salah satu hama yang sering merusak tanaman. Karena itu proses Rokaniku ini dipercaya  dapat menyelamatkan tanaman dari serangan hama. Setelah itu masyakat kembali ke tempat ritual sebelumnya, dalam perjalan mereka bernyanyi lagu NGGO DOWE (lagu untuk menyambut penanaman). Saat mereka sampai di tempat ritual mereka makan bersama sambil mendengarkan arahan-arahan dari Tetua Adat dan tokoh pemerintah setempat. Saat itulah masyarakat bisa melakukan penanaman di lahan garapan mereka.


Tulisan dari “Mayasari Bombong” (Peserta magang Divisi Pendidikan Masyarakat Adat-AMAN)

dari Komunitas Adat Tawalian-Mamasa, Sulawesi Barat
08 Juni 2016

Minggu, 08 Mei 2016

BERKUNJUNG DAN BELAJAR KE LSM EDAS (Edukasi Dasar) Kota Depok



Kota Depok tidak begitu jauh dari Bogor, dan masih berada di sekitaran Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Dan di daerah ini terdapat sebuah lembaga atau LSM bernama EDAS, yang lebih tepatnya LSM EDAS (Edukasi Dasar), dan lembaga ini berdiri sejak tahun 1993. Tujuan berdirinya LSM EDAS ini adalah untuk membantu anak-anak dari  masyarakat yang kurang mampu disekitaran kampung tempat mereka tinggal untuk memberikan layanan dasar dalam pendidikan.

LSM EDAS ini di kelola oleh seorang Ibu bernama Tien Suryantini, beliau seorang ibu dari 3 orang anak dan juga Istri dari Bapak Nestor Rico Tambun (Wartawan Senior). Dalam kesehariannya beliau meluangkan waktu untuk mengajarkan baca tulis dan berhitung kepada anak-anak. Dan LSM EDAS ini sudah memiliki legalitas sejak Tahun 2005. Dalam perjalanannya beliau dan juga Bapak Nestor bercerita, bahwasannya Sekolah ini didirikan atas dasar keresahan mereka akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak dari pemulung yang tinggal di perkampungan kumuh tempat tinggal mereka.

Dan Hari minggu tepatnya tanggal 08 Mei 2016, kami berlima yaitu Jakob Siringgoringgo, Pretty Pancariani Manurung, Lalu Kusuma Jayadi, Maya Bombong dan saya sendiri, berkunjung ke LSM EDAS. Tujuan kami berkunjung selain ingin bersilaturahmi dengan Keluarga Bapak Nestor Rico Tambun, akan tetapi juga ingin belajar tentang apa itu sekolah alternative yang di kelola oleh LSM EDAS. Pada hari itu kami memiliki kesempatan untuk bisa bertemu dengan anak didik mereka, dan kami diajak bermain musik angklung dan Jimbe.

Mereka memainkan beberapa lagu yang dipersiapkan untuk perayaan kelulusan dari anak-anak LSM EDAS salah satunya Hymne Guru dengan menggunakan musik angklung, dalam kesempatan itu Pretty Pancariani Manurung yang juga seniman muda dari Tano Batak, yang juga jebolan Universitas Sumatera Utara, yang mencoba mengajarkan bagaimana bermain angklung dengan kompak kepada anak-anak LSM EDAS.

Banyak hal yang kami dapatkan pada saat mengunjungi LSM EDAS, diantaranya bagaimana pelayananan pendidikan dasar di Ibu Kota sangat mahal sehingga menyebabkan beberapa anak-anak dari kaum miskin kota kesulitan mendapatkan pelayanan tersebut, dan faktor ekonomi menjadi salah satu permasalahan utama sehingga menyebabkan ketidak pedulian dari orang tua mereka akan pendidikan anak-anaknya.

Seperti yang dituturkan oleh Bapak Nestor Rico Tambun “Ibarat kata kita menggarami air laut”, namun kita terus telaten mencoba menemani anak-anak hingga bisa baca,tulis dan berhitung. Dan dari LSM EDAS ini sendiri, anak-anak yang lulus mendapatkan sertifikat kelulusan, untuk menjadi syarat masuk ke tingkatan Sekolah Dasar, ataupun jika tidak memiliki biaya mereka bisa mengikuti ujian atau sekolah persamaan seperti Paket C dan seterusnya.

Demikianlah sedikit cerita pada saat mengunjungi dan belajar tentang sekolah atau pendidikan alternative, dan hal ini sangat erat kaitannya dengan pendidikan alternative di Masyarakat Adat, yang saat ini sedang di gagas oleh para penggerak pendidikan adat di seluruh Nusantara, walaupun dengan permasalahan yang hampir sama dan bahkan berbeda. Karena setiap wilayah masyarakat Adat memiliki permasalahan yang beragam serta budaya yang beragam. Sehingga pentingnya pendidikan adat di setiap masyarakat adat sudah selayaknya sesuai dengan kebutuhan dan budaya masyarakat adat itu sendiri.

"Surti Handayani"

Minggu, 01 Mei 2016

PENTINGNYA MEMPERBAIKI SISTEM PENDIDIKAN DENGAN BERLANDASKAN KEBERAGAMAN DAN KEKAYAAN BUDAYA DI INDONESIA



 Sejarah pendidikan dimulai dari masa kanak-kanak, dan melacak jejak perkembangan intelektualnya selangkah demi selangkah hingga saat ini. Sejarah pendidikan bersifat akademis dalam hal karakter, dan member informasi yang berhubungan dengan sistem, metode, teori, dan praktik pendidikan dimasa lalu. Sejarah pendidikan sebaiknya diberikan paling awal dalam mata pelajaran pedagogis professional, berfungsi sebagai landasan untuk ilmu pengetahuan pedidikan yang lebih maju yang diperoleh melalui pengalaman umat manusia.” (mengutip dari pendahuluan buku tentang History Of Eduation-Levi Seeley).
“Sejarah dunia adalah sejarah perkembangan jiwa manusia. Cara perkembangan ini sama di semua ras dan individu; hukum yang sama, karena pemikiran mendalam yang sama, berlaku dalam individu, dalam diri seseorang, dan umat manusia. Umat manusia, sebagai individu, memiliki tingkat kemajuannya sendiri, dan tingkat kemajuan muncul sendiri dalam diri mereka. Individu sebagai seorang anak bukanlah makhluk yang rasional; ia menjadi rasional. Anak belum bisa menguasai diri mereka sendiri, tetapi lingkungan adalah tuannya; ia bukanlah milik dirinya, tetapi milik lingkungannya.” (Mengutip dari kata-kata Karl Scmidt dalam buku tentang History Of education-Levi Seeley).
Membaca dari dua kutipan tersebut diatas, maka ketika kita berbicara tentang Pendidikan. Hal ini menjadi satu-kesatuan utuh yang tidak bisa kita lepaskan begitu saja antara anak dengan lingkungan dan juga bagaimana pendidikan memiliki peranan penting dalam perjalanan umat manusia untuk terus belajar melalui pengalaman-pengalaman yang dilalui setiap harinya. Bentuk dan metode dalam memberikan pembelajaran kepada anak-anak semakin beragam, namun ada salah satu kutipan dari Pedagogi Rousseau Tahun 1749 di Buku Levi Seeley. tentang “Emile seorang anak berusia dua belas tahun , bahwa ia belum belajar membedakan tangan kanan dan tangan kirinya.” Buku sepenuhnya dilarang, dan sungguh buku tidak berguna baginya karena ia tidak bisa membaca; satu-satunya pengetahuan intelektual yang anak peroleh adalah pengetahuan yang berasal dari hal-hal yang dialaminya”.
Akan tetapi seiring perkembangan jaman, pendidikan menjadi hal yang sangat penting dan pendidikan adalah hak dasar setiap warga Negara di seluruh Dunia. Di Indonesia sendiri ketika berbicara tentang Pendidikan, mulai dari Wajib Belajar hingga program-program pengentasan buta huruf telah dicanangkan dan dilaksanakan di seluruh penjuru Negeri. Namun berbicara layanan pendidikan hingga saat ini belum sepenuhnya terlayani dan terpenuhi. Hal ini khususnya dialami oleh Masyarakat Adat yang tinggal di daerah yang sulit di jangkau oleh transportasi dan juga permasalahan-permasalahan Administrasi Negara yang masih dihadapi oleh beberapa Masyarakat Adat di beberapa wilayah di Indonesia. Itikad baik dari Pemerintah khusus Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Permendikbud Nomor 72 tahun 2013 tentang Pendidikan Layanan Khusus. Dimana hal ini untuk menjawab permasalahan yang dihadapi anak-anak di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh pendidikan formal.
Belum lagi bentuk-bentuk penyeragaman dalam metode dan sistem pendidikan selama ini, yang menjadi penyebab terkikisnya pengetahuan akan budaya dan sejarah di Masyarakat Adat khususnya mereka yang berada di luar Pulau Jawa. Hingga banyak insiasi-inisiasi dari Pemuda dan Pemudi khususnya di Masyarakat Adat untuk memberikan layanan pendidikan kepada komunitas Adatnya, dengan mengajarkan literasi karena masih banyak masyarkat adat yang tidak bisa membaca dan menulis, khususnya orang-orang tua, kembali menggali sejarah di komunitas adatnya, mengajarkan keseniannya, dan kembali belajar tentang pengetahuan tradisional di wilayah adatnya.
Seperti yang dilakukan oleh Boy Raja Marpaung-Ruma Parguruan di Kabupaten Tobasa-Tano Batak, Sri Tiawati-Sekolah Adat Punan Sumeriot di Kalimantan Utara, Nedine Helena Sulu-Sekolah Adat Koha di Minahasa, Modesta Wisa-Sekolah Adat Semabue di Kalimantan Barat, Syaiful Salehudink-Sekolah Bohonglangi’ di Sulawesi Selatan, Faris Bobero-Literasi Halmahera dari Maluku Utara.  Pemuda dan Pemudi diatas merupakan penggerak dalam Pendidikan yang berusaha untuk menjawab keresahan akan  permasalahan yang dihadapi di kampungnya. Melalui sekolah-sekolah adat dan rumah-rumah belajar mereka berusaha mengembalikan Pendidikan pada khitahnya. Dimana Pendidikan yang kembali dengan mengajarkan akan budaya,pengetahuan tradisional serta sejarah di wilayahnya adalah langkah untuk mengembalikan jati diri serta pengetahuan pada anak-anak dan juga kepada orang-orang tua yang tujuannya untuk menjaga serta mempertahankan wilayah adatnya.
Pentingnya pendidikan bagi seluruh Rakyat di Indonesia. Selayaknya disesuaikan dengan keberagaman dari kekayaan budaya dan juga keragaman ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat, khususnya masyarakat adat. Dan yang seharusnya ketika menerapkan sistem pendidikan sudah seharusnya menyesuaikan dengan keberagaman tersebut. Dan untuk memperkaya gagasan-gagasan serta ide tentang bagaimana metode pembelajaran di sekolah adat. Pada tanggal 19-23 Maret 2016 dilaksanakan Retret Metodologi Pendidikan Adat yang berlokasi di Kasepuhan Ciptagelar-Jawa Barat, yang diselenggarakan bersama antara AMAN,BPAN,LifeMosaic serta The Samdhana Institute, kegiatan ini bertujuan untuk Memunculkan gagasan tentang Pendidikan Adat; Serta berbagi pengalaman, memperkaya wawasan dan saling memperkuat kemampuan antar Penggerak Pendidikan Adat untuk menciptakan Pendidikan Adat yang mendukung kedaulatan, kemandirian, martabat dan identitas masyarakat adat. dan kegiatan ini diikuti 15 Pemuda dan Pemudi adat penggerak pendidikan adat di Nusantara.

Catatan ini saya persembahkan untuk semua penggerak pendidikan di komunitas masyarakat adat. yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mencerdaskan generasi penerus masyarakat adat, yang mendedikasikan hidupnya untuk terus berjuang mempertahankan wilayah adatnya dari ancaman investasi dan perusahaan-perusahaan yang telah merebut wilayah adatnya, "Semua Orang Itu Guru,Alam Raya Sekolahku", "LongLifeEducation" dan Selamat Hari Pendidikan untuk kita semua.

"Surti Handayani"










Selasa, 26 April 2016

PEREMPUAN DALAM PERBEDAAN DAN KETERBATASANNYA

Mungkin akan banyak yang mengira - ngira, ngapain nieh 2 perempuan yang berbeda berada di dalam 1 kamar??? hehhehe iya dan itu aku sendiri yang mengalaminya setiap hari, kami bertemu beberapa bulan lalu dan di kenalkan oleh seseorang dengannya (terima kasih), dan setelah tidur sekamar dengan dia perlahan - lahan kami berdua saling memahami satu sama lain, mengerti satu sama lain dan mengingatkan satu sama lain, intinya kami berusaha untuk saling melengkapi, dan yang sering terjadi adalah setiap hari Minggu mulutku selalu ngomel...jangan pakai baju itu kalo mau pelayanan di Gereja, sepatu sama bajumu nggak mathcing, atau bedakmu dan dandananmu kalo mau ke Gereja kayak gitu?????? hehehehe mungkin dia merasa kakak ini cerewet bahkan masuk kata bawel akut....(hehehehe begitulah adanya). nah beda lagi kalo dia yang ngomel....kakak itu kalo mau ngasap jangan di dekatku, khan aku jadi pengasap tidak aktif..xixixixixixi atau kakak kalo mau sholat buruan........(sambil pasang muka centil).

Begitulah keseharian kami di dalam kamar kost yang selalu di isi dengan cerita,curhat,diskusi,pengakuan dosa dan kelakuan dan itupun tidak padang waktu, entah malam, atau pagi..subuh selesai melipat mukenaku,nyadar tidak full time aku melipat mukenaku tapi selalu melihat dia begitu membuka mata terbuka juga Alkitabnya,bersenandung doa diantara sinar matahari yang masih sedikit menyinari kamar kostku, ya aku hanya mampu tersenyum karena ibadahku tidak serajin dia,dan ketika saling mengingatkan yang ada ternyata Tuhan mengirim saudara perempuan meskipun bukan sekandung atau bahkan satu garis keturunan dan kami dari 2 pulau besar yang berbeda.

Bukan hanya itu saja, kami dulu 1 rumah dengan beberapa kawan yang lainnya, selalu ingat ketika Idul Fitri aku pulang kampung dan sisanya tinggal di bogor, namun mereka semua ikut merayakannya, Idul Adha kami semua tidak pulang dan merayakannya bersama - sama, begitu pula ketika Natal...dan tidak ada namanya berbeda, yang ada dalam hati kami adalah bagaimana kami saling menjaga,saling mengingatkan dan saling mengasihi...hingga pada saat natal kemarin, karena saya pindah tempat kost bersama si centil, maka kami berdua memilih pergi belanja perlengkapan Natal dan pohon terang bersama - sama, menghiasnya bersama - sama, dan yang paling lucu adalah ketika menitipkan Resolusi 2015ku ke Pohon Terang, salah satu sahabatku bertanya (Surty sudah pindah keyakinan kah??? atau kau titip doa ke pohon kah???) maaf dengan pertanyaan macam ini, saya langsung tertawa terbahak - bahak....dan bilang dalam hati saya (sedangkal itukah dan perspektif prasangka kalian yang sangat dangkal,membuatku semakin tahu tentang isi kepala kalian).

Bukannya ketika menghargai,mengasihi,menghormati,bukan berarti berganti atau mengganti karena bagiku keimanan dan keyakinanku hanya aku dan Tuhanku yang tahu,namun aku juga selalu menerima semua apa yang sering kalian ingatkan, KULIT & ISI selalu tidak bisa di nilai jika kita melihatnya dengan kacamata prasangka, dan ada lagi keseharian kami, ngopi pagi dan bersiap - siap beraktifitas bersama - sama, hingga suatu ketika kami berdua harus berangkat pagi ke acara akad nikah salah satu sahabat, saling bergegas dan bongkar isi lemari pakaian bareng - bareng,hingga saat di lokasi resepsi dia yang ribet dengan bouqet di tangan mempelai perempuan, nahhhhhhhhhh setelah kami pamit pulang tuh anak masih tertinggal hingga ngikut sang mempelai, dan ternyata keluar dari tempat resepsi dia sudah bawa pulang bouqetnya (malunya minta ampyuuunnnnnnn), namun dengan polosnya dia bilang kakak bouqetnya ini aku minta buat kakak, supaya kakak cepat menyusul (Amiiinnnnnnnnnnnnn...makasih usahanya ya centil),dan dari semua inilah kami berdua saling bercerita tentang apa yang akan kami rencanakan masa - masa mendatang, hingga meluncur dari mulutku (Ellen,seandainya kakak pulang ke Banyuwangi..kamu ikut kakak pulang kampung saja deh) tawaran gilaku ke dia,dan dia hanya bilang gimana dengan keluargaku di Mamasa kakak......(yahhhhh kami berdua kelak juga tidak akan bersama lagi) ketika dia nantinya berkeluarga dan begitupun diriku.

Bertemu dengan kalian semua adalah rejeki yang tak pernah bisa di ganti dengan mata uang dari belahan dunia di manapun, meskipun terkadang aku selalu nodong mata uang dari negara yang kalian kunjungi atau datangi, namun bukan di sanalah aku meletakkannya...susah,senang,sedih,tertawa,berdebat,berdiskusi hingga berdebat bagiku itu adalah rejeki yang tidak bisa di dapatkan lagi ketika kelak kita terpisah, karena umur dan nasib serta tempat tinggal yang kita rencanakan selalu dengan ketentuan lain dariNya,namun jika kelak umurku yang lebih dulu di ambil pemilikNya,tulisan inilah yang akan ku berikan kepada anak - anakku,dengan harapan jika rejeki mereka berlimpah biarlah anak - anakku yang akan menemukan kalian semua...Aamiinnnnnnnn

ROTAN DAN PEREMPUAN DALAM HIMPITAN EKSPANSI PERUSAHAAN SAWIT

Ketika kita berbicara tentang kebun sawit maka yang ada dalam pikiran dan angan – angan kita adalah banyaknya uang yang kita dapatkan dari hasil panen di kebun sawit (itu jika kita/masyarakat) yang memiliki,mengelola dan memanfaatkannya sendiri, namun apa jadinya ketika yang memiliki adalah Perusahan – Perusahan,dan dimanakah letak kelola dan manfaat yang bisa di nikmati oleh  masyarakat,khususnya Masyarakat Adat dan terutama perempuan adat.
Dan ketika kita berbicara tentang perempuan adat terkait dengan pengelolaan,hingga pemanfaatan hasil hutannya, maka kita tidak akan bisa menjauhkan mereka dari sumber – sumber penghidupannya.

Dan hal ini seperti yang di tuturkan oleh Ibu Mardiana Deren (55 Tahun),beliau seorang PNS (Tenaga Kesehatan) di RSU Barito Timur,Kalimantan Tengah. Perempuan yang berasal dari  Suku Dayak Ma’anyan,Kecamatan Dusun Timur,Kabupaten Barito Timur ,Kalimantan Tengah tersebut,menceritakan betapa tidak bisanya perempuan – perempuan adat di komunitas Dayak Ma'anyan jauh dari Rotan dan Berladang. Dalam perbincangan beliau (Ibu Mardiana Deren) menceritakan bahwa rotan adalah salah satu sumber penghidupan yang membantu perekonomian di keluarga selain berladang, dan di kerjakan oleh perempuan adat di tempatnya, selain sebagai penunjang sumber – sumber pendapatan,rotan juga menjadi salah satu alat pelengkap ritual di Suku Dayak Ma’anyan, fungsi rotan adalah sebagai bahan pengikat tempat – tempat ritual.
Rotan sendiri bisa di dapatkan dari dalam hutan,tepi danau dan sungai serta rawa – rawa, namun setelah masuknya perusahaan – perusahaan sawit ke wilayah adat mereka,dan menutup rawa – rawa,danau serta sungai yang ada,maka hingga saat ini mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan rotan,karena tempat tumbuh dan berkembangnya rotan sudah beralih fungsi menjadi kebun sawit,dan mereka hanya menjadi buruh atau bahkan masih berjuang untuk merebut kembali hak atas wilayah adatnya,yang oleh penguasa pada era 1990 – 2000,tanah – tanah mereka diambil penguasaan dan pengelolaannya. Dan untuk mendapatkan rotan terpaksa mereka membeli dari Kabupaten lain di Kalimantan Tengah. Perlu kita ketahui bahwa rotan memiliki nilai ekonomi yang berkesinambungan baik di jadikan anyaman,maupun di jual utuh ke pasaran,dan kelompok anyaman rotan dampingan Ibu Mardiana Deren (Kelompok Pengrajin Rotan Ngamang Talam) hingga saat ini sudah menjual hasil karyanya di kampung – kampung di Kecamatan Dusun Timur,Pasar Tradisional di Kabupaten Barito Timur dan Gerai Nusantara AMAN – Jakarta.hal ini sebagai bentuk eksistensi rotan dari tangan – tangan Perempuan adat di tengah himpitan masifnya ekspansi perusahaan sawit di wilayah mereka.

Catatan ini saya dedikasikan untuk perempuan – perempuan yang terus berkarya dengan rotan di seluruh Nusantara,terutama untuk Ibu Mardiana Deren,Ekatni Etan Dana,Pipi Supeni,Sritiawati dan kawan – kawan yang tidak bisa saya sebutkan satu – persatu,sembari menunggu waktu rapat lanjutan persiapan Temu Nasional PEREMPUAN AMAN,saya mengajak Ibu Mardiana Deren yang juga sebagai Dewan Nasional PEREMPUAN AMAN Region Kalimantan,untuk menceritakan tentang anyaman rotan dari kelompok perempuan yang beliau dampingi.