LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah negara
yang memiliki landasan hukum sebagai sumber-sumber penegakan hukumnya, menurut
Soerjono Soekanto faktor penegakan hukum itu sendiri terbagi menjadi lima
diantaranya[1]
:
1. Hukumnya
sendiri.
2. Penegak hukum.
3. Sarana dan
fasilitas.
4. Masyarakat.
5. Kebudayaan.
Dengan
demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan
mengetengahkan contoh-contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia
melalui:
1.Undang-undang
dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh
Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah (Purbacaraka & Soerjono Soekanto,
1979). Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang
tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif.
Asas-asas tersebut antara lain (Purbacaraka & Soerjono Soekanto, 1979):
2. Undang-undang tidak berlaku
surut.
3. Undang-undang yang dibuat oleh
penguasa yang lebih tinggi,
4. mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi pula.
5.
Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat
umum, apabila pembuatnya sama.
6.
Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang yang berlaku
terdahulu.
7.
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
8. Undang-undang merupakan suatu
sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat
maupun pribadi, melalui pelestaian ataupun pembaharuan (inovasi)[2].
Namun pada kenyataannya, ada beberapa kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung, yang pada prosesnya, hasil putusan Mahkamah Agung tersebut tidak dipatuhi oleh Pemerintah tempat dari kasus tersebut diperkarakan. Jiika merunut dari faktor-faktro yang menjadi acuan dalam penegakan hukum di Indonesia, seharusnya hasil putusan tersebut ditegakkan. Dan bisa kita lihat bagaimana pemerintah yang seharusnya menegakkan dan mematuhi hasil putusan tersebut mengingkarinya. salah satu hal yang paling mempengaruhi lemahnya penegakan hukum adalah Hukum itu sendiri serta budaya pengingkaran serta tidak patuh akan ketetapan hukum masih berlanjut hingga saat ini.
Namun pada kenyataannya, ada beberapa kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung, yang pada prosesnya, hasil putusan Mahkamah Agung tersebut tidak dipatuhi oleh Pemerintah tempat dari kasus tersebut diperkarakan. Jiika merunut dari faktor-faktro yang menjadi acuan dalam penegakan hukum di Indonesia, seharusnya hasil putusan tersebut ditegakkan. Dan bisa kita lihat bagaimana pemerintah yang seharusnya menegakkan dan mematuhi hasil putusan tersebut mengingkarinya. salah satu hal yang paling mempengaruhi lemahnya penegakan hukum adalah Hukum itu sendiri serta budaya pengingkaran serta tidak patuh akan ketetapan hukum masih berlanjut hingga saat ini.
CONTOH KASUS
Salah satu kasus yang terjadi
pada masyarakat di pegunungan Kendeng-Jawa Tengah, berhadapan dengan perusahaan
semen yang mengeksploitasi gunung karst mulai dari Kabupaten Pati hingga
Kabupaten Bolra Jawa Tengah, penolakan-penolakan yang dilakukan oleh warga
dilakukan sejak tahun 2006 pada era Gubernur Bibit Waluyo, dan pada saat itu
masyarakat berhasil menghentikan rencana pembangunan pabrik semen di kecamatan
sukolilo, kabupaten Pati-Jawa Tengah.
Rencana pendirian pabrik semen
tersebut tidak lantas berhenti begitu saja, yang kemudian berpindah lokasi ke
Kabupaten Rembang-Jawa Tengah, hingga terjadi pemblokiran jalan masuk ke tapak
tambang oleh warga pada tanggal 16 Juni 2014 seperti yang dituliskan oleh Damar
Juniarto .
“Masyarakat yang
kebanyakan ibu-ibu memblokir jalan dengan cara menghadang jalan memakai poster
bertuliskan “jalan ditutup warga”. Penolakan warga tersebut karena lokasi
pabrik dan lokasi ekspolitasi penambangannya di wilayah Cekungan Air Tanah
(CAT) Watuputih. Kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki fungsi
penyimpan cadangan air. Hasil penelitian Air Bawah Tanah di Gunung Watuputih
oleh Dinas Pertambangan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada Maret 1998
menjelaskan bahwa Gunung Watuputih dan sekitarnya secara fisiografis tergolong
dalam tipe bentang alam karst”[3].
Hingga terjadi tindak kekerasan oleh pihak kepolisian yang pada saat itu
mendatangi tenda tempat ibu-ibu dari warga Rembang memasang tenda di tapak
tambang, bahkan akibat dari aksi penolakan tersebut terjadi aksi saling dorong
mendorong antara polisi dengan warga yang menyebabkan “Satu perempuan memar bibir, dua tenda warga
roboh, kata Joko Prianto, warga Tegaldowo juga koodinator aksi”.[4] Dalam kejadian tersebut ada tiga orang yang menjadi korban “Rusman,
Murtini dan Paidah, ketiganya warga Kecamatan Gunem, Rembang, Jawa
Tengah. Pada 26-27 November tahun lalu, mereka menjadi korban pemukulan
polisi ketika memblokir jalan tapak pabrik PT Semen Indonesia. Kepala lebam,
kuku jempol kaki kanan berdarah terinjak sepatu aparat”[5].
Ibu Sukinah selaku
salah satu warga yang juga menolak pabrik semen dan juga yang ikutan aksi
pemblokiran jalan masuk ke area tapak tambang mengatakan “Saya
bingung, di kantor polisi tertulis Melayani dan menganyomi masyarakat 24 jam”,
tapi kok di Rembang, justru menindas hak masyarakat dengan kekerasan”[6], jika melihat ucapan dari Ibu Sukinah tersebut, membawa kita untuk
mempertanyakan kredibilitas para penegak hukum kita, dan hal seperti ini telah mencoreng
hukum itu sendiri.
Upaya yang dilakukan
oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) mengajukan PK atas
putusan PTUN Semarang No. 064/G/2015/SMG tertanggal 16 April 2015 dan putusan
banding PTUN Surabaya No. 135/B/2015/SBY tanggal 3 November 2015. Hal
tersebut kembali dilakukan atas dasar temuan bukti baru (Novum) dari Tim kuasa hukum petani Kendeng, terutama dokumen pernyataan
saksi palsu yang menyebutkan kehadiran dalam sosialisasi pembangunan pabrik
semen PT Sahabat Mulia Sakti (PT
SMS)[7].
Hingga “Mahkamah Agung
memenangkan Peninjauan Kembali (PK) warga dengan Keputusan No.99/PK/TUN/2016
soal perintah pencabutan izin lingkungan penambangan PT Semen Indonesia di
Rembang”[8],
Dalam putusannya Mahkamah Agung dengan Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 05
Oktober 2016 memerintahkan:[9]
1.
Mengabulkan
gugatan penggugat untuk seluruhnya…………………………………
2.
Menyatakan
batal Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/1 Tahun 2012, tentang
izin Lingkungan kegiatan Penambangan oleh PT. Semen Gersik (Persero) Tbk, di
kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah……………………….
3.
Mewajibkan
kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor
660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan
Penambangan oleh PT. Semen Gersik (Persero) Tbk di Kabupaten Rembang Propinsi
Jawa Tengah…………………………
Akan tetapi putusan tersebut
tidak dilaksanakan oleh Bapak Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah
terpilih “Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan akan menunggu
salinan putusan dari Mahkamah Agung terkait dengan gugatan peninjauan kembali
warga Rembang terhadap PT Semen Indonesia. "Tunggu saja dari MA, nanti
baru kita sikapi. Ini kan masih statement-statement saja," katanya di Kementerian Hukum dan HAM, Jumat, 14
Oktober 2016”[10], Yang
seharusnya hasil putusan dari Mahkamah Agung tersebut dipatuhi oleh Gubernur
Jawa Tengah. Dan hal tersebut juga dipertegas oleh Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Ibu Siti Nurbaya yang “mendesak
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mencabut izin lingkungan PT Semen
Indonesia di Rembang, Jawa Tengah yang diterbitkan pada 9 November 2016. Ganjar
diberi waktu sampai 17 Januari untuk kemudian menerbitkan SK baru”[11]. Akan tetapi pernyataan dari Ibu Siti Nurbaya ini jadi sedikit membingungkan,
karena “Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan pabrik PT Semen Indonesia di
Rembang, Jawa Tengah masih boleh beroperasi”[12]. Hal ini terlihat inkonsistensi
dari seorang Pejabat Negara terhadap ucapannya sendiri.
Namun setelah
mempelajari ulang hasil putusan Mahkamah Agung ternyata berbeda dengan nama PT
semen yang beroperasi di Kabupaten Rembang tersebut, ada sesuatu yang janggal,
khususnya nama dari PT tergugat tersebut, kembali dalam ucapannya Ibu Siti
Nurbaya mengatakan "Kalau baca
keputusan dari pengadilannya kan, MAnya kan, bilang yang nggak boleh
penambangannya. Kan ada empat kegiatan di sana, ada penambangan kapurnya,
penambangan (tanah) liat, ada industri, ada penggunaan untuk jalan dan
bangunan-bangunan, dan yang diotak-atik oleh MA kan yang satu itu aja, yang
kapur," kata Siti Nurbaya di kompleks Istana, Jumat (30/12/2016)”[13], pada putusan Mahkamah Agung menyebutkan bahwasannya Gubernur harus
mencabut izin Lingkungan dari PT Semen Gersik, namun saat ini pabrik tersebut
telah berubah nama menjadi PT Semen Indonesia, yang Surat Keputusan (SK) izin
dari PT Semen Indonesia tersebut keluar paska Mahkamah Agung memutus menang
gugatan Joko Priatno beserta JMPPK atas PT Semen Gersik tersebut.
Bentuk solidaritas
dan pernyataan sikap untuk perjuangan masyarakat di Kabupaten Rembang juga
hadir dari Koalisi Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) yang isinya menuntut
kepada[14]:
- Gubernur Jawa Tengah,
Ganjar Pranowo sebagai pihak pemberi izin untuk mematuhi putusan PK MA,
dengan segera mencabut SK Gubernur Jawa Tengah No 660.1/17 Tahun 2012
terkait Izin Lingkungan atas PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten
Rembang Jawa Tengah. Dengan sendirinya menghentikan operasi perusahaan dan
pembangunan pabrik semen tersebut.
- Presiden Joko Widodo,
sebagai pimpinan pemerintahan yang tertinggi, menjamin dan memastikan
aparatnya di bawah (Gubernur) untuk mematuhi putusan hukum yang telah
ditetapkan MA, melindungi hak-hak dasar warga Rembang atas kekayaan
agrarianya, sekaligus memberikan teguran serta sanksi kepada Gubernur atas
upaya pengingkaran hukum dan kesepakatan politik Presiden atas kasus
Rembang ini.
- Presiden atau Menteri
Dalam Negeri segera mencabut SK Gubernur tentang izin lingkungan (baru)
No. 660.1/30 tertanggal 9 November 2016, yang memberikan legitimasi hukum
maupun politik terhadap operasi perusahaan semen di Rembang.
- Presiden Jokowi,
Gubernur dan Bupati harus menjamin prioritas pemenuhan dan penghormatan
hak-hak dasar warga Rembang atas kekayaan agraria (bumi; tanah, air, udara
dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya), sebagai sumber
keberlangsungan dan keberlanjutan hidupnya, baik sebagai petani maupun
warga sedulur Sikep.
- Segala bentuk
pembangunan (sektor tambang dan sektor lainnya), yang bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi haruslah selaras, bahkan tidak bersifat
mengingkari, dengan rencana pembangunan lainnya yang memegang prinsip
keadilan, kesejahteraan dan keberlanjutan, yakni kebijakan reforma
agraria, kedaulatan pangan dan perlindungan hak-hak petani.
- Mengajak seluruh
elemen bangsa, publik secara luas untuk bersama-sama mengawal dan menjadi
bagian dari perjuangan Petani Kendeng, memastikan keadilan agraria di
Kendeng dapat dipenuhi.
PENUTUP
Inkonsistensi penegakan hukum
di Indonesia terlihat jelas dalam pelaksanaan hasil putusan Mahkamah Agung dari
studi kasus diatas, pemerintah yang seharusnya patuh pada putusan tertinggi,
mampu menganulir hasil putusan tersebut
dengan mengeluarkan izin Lingkungan baru dengan nama yang berbeda, sedangkan
pada saat yang sama masyarakat sedang mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung.
Ganjar Pranowo menandatangani Surat keputusan (SK) Izin Lingkungan kepada PT
Semen Indonesia pada tanggal 09 November 2016, sedangkan putusan Mahkamah Agung
keluar pada tanggal 05 Oktober 2016.
Pada saat di konfirmasi Ganjar
Pranowo berdalih “saat meneken
“adendum” itu, ia belum menerima salinan putusan peninjauan kembali dari MA.
Salinan itu, klaim Ganjar, baru diterimanya pada 17 November 2016. Sedangkan
“adendum” diteken pada 9 November 2016”[15]. Yang menjadi pertanyaan adalah,
bagaimana bisa seorang pejabat negara tidak mematuhi hukum yang jelas-jelas hasil
putusan tersebut adalah hasil putusan dari Lembaga hukum tertinggi di
Indonesia.
Kekuatan hukum dari putusan
Mahkamah Agung seharusnya dilaksanakan oleh siapapun yang menjadi pihak pelapor
maupun terlapor, baik Masyarakat, perusahaan hingga Lembaga Negara. Dan hukum
yang berlaku di Indonesia, harus ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia, akan
tetapi penegakan-penegakan hukum mengalami penurunan yang sangat signifikan,
karena hukum itu sendiri sangat dinamis, budaya menganulir putusan sudah
mengakar dan menjadi tradisi untuk melanggengkan kekuasaan dan memudahkan jalan
bagi para pemodal, “Hingga keluar istilah hukum kita saat ini tajam kebawah dan tumpul
keatas”, kekuasaan menjadi faktor penghambat penegakan hukum di
Indonesia khususnya kasus Perdata dan Pidana pada sektor konflik agraria.
Seorang Pejabat
tertinggi saja mampu untuk tidak mematuhi hasil dari putusan mahkamah Agung,
lantas bagaimana dengan rakyat yang harus berhadapan dengan perusahaan dan
pemerintah?, banyak kejadian rakyat selalu menjadi pihak yang dikalahkan, hanya
sedikit keberhasilan rakyat ketika berhadapan dengan Lembaga pemerintah dan
perusahaan, dikarenakan Undang-undang yang berlaku lebih berpihak pada
investasi atau pemodal dan membatasi ruang gerak masyarakat.
Undang-undang yang berlaku
surut menjadi faktor penghambat dalam upaya pencarian keadilan oleh rakyatnya,
perubahan-perubahan isi dari Undang-undang yang dilakukan oleh rakyat melalui
jalur-jalur uji materi ke Mahkamah Konstitusi telah di tempuh, dengan harapan
undang-undang tersebut menjadi payung hukum bagi rakyat, upaya untuk mendapat
keadilan telah di tempuh oleh para pejuang kendeng selama dua tahun ini, bahkan
aksi yang mereka lakukan mendapatkan perhatian dari banyak elemen masyarakat
luas baik di Jawa Tengah hingga tingkat Nasional yang hal tersebut masih harus
berhadapan dengan tipu daya serta politik adu domba yang dilakukan oleh
perusahaan dan pemerintah. Reformasi dalam jalur hukum sangat diperlukan saat
ini, melihat penegakan hukum yang tidak berkeadilan dan cenderung mencederai
hukum itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.kompasiana.com/djawara/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-penegakan-hukum-di-indonesia_54fec582a33311703c50f8bd, di akses tanggal 11 Januari
2017
2. Ibid
3. http://www.damarjuniarto.com/warga-rembang-blokir-jalan-akibat-proses-hukum-diabaikan/, diakses tanggal 11 Januari 2017
4. http://www.mongabay.co.id/2014/11/27/blokir-alat-berat-masuk-ibu-ibu-rembang-berhadapan-dengan-aparat/, diakses tanggal 11 Januari
2017
5. http://www.mongabay.co.id/2015/10/06/ketika-tambang-semen-di-rembang-abai-ham-dan-lingkungan-bagian-1/ , diakses 11 Januari 2017
6. Ibid
7. http://www.rappler.com/indonesia/148801-ma-kabulkan-pk-petani-kendeng diakses pada tanggal 11
Januari 2017
8. http://www.mongabay.co.id/2016/12/16/sikapi-putusan-mahkamah-agung-soal-semen-rembang-apa-kata-pemerintah/, di akses tanggal 11 Januari
2017
9. Putusannya Mahkamah Agung dengan
Nomor 99 PK/TUN/2016 tanggal 05 Oktober 2016
10. https://m.tempo.co/read/news/2016/10/14/063812260/putusan-pk-pabrik-semen-di-rembang-ganjar-pranowo-tunggu-ma , Di akses tanggal 11 Januari
2017
11. http://kbr.id/12-2016/menteri_siti_perintahkan_gubernur_ganjar_cabut_izin_pabrik_semen_di_kendeng/87482.html, di akses tanggal 11 Januari
2017
12. http://kbr.id/berita/12-2016/menteri_siti_sebut_pabrik_pt_si_di_rembang__boleh_beroperasi/87860.html Di akses tanggal 11 Januari
2017.
13. Ibid
14. http://www.kpa.or.id/news/blog/gubernur-bersiasat-presiden-jokowi-harus-jamin-penegakkan-hukum-dan-keadilan-agraria-bagi-petani-kendeng/ di akses tanggal 11 Januari
2017
1
[1] http://www.kompasiana.com/djawara/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-penegakan-hukum-di-indonesia_54fec582a33311703c50f8bd, di akses tanggal 11 Januari 2017
[3] http://www.damarjuniarto.com/warga-rembang-blokir-jalan-akibat-proses-hukum-diabaikan/, diakses tanggal 11 Januari 2017
[4] http://www.mongabay.co.id/2014/11/27/blokir-alat-berat-masuk-ibu-ibu-rembang-berhadapan-dengan-aparat/, diakses tanggal 11 Januari 2017
[5] http://www.mongabay.co.id/2015/10/06/ketika-tambang-semen-di-rembang-abai-ham-dan-lingkungan-bagian-1/ , diakses
11 Januari 2017
[7] http://www.rappler.com/indonesia/148801-ma-kabulkan-pk-petani-kendeng diakses pada tanggal 11 Januari 2017
[8] http://www.mongabay.co.id/2016/12/16/sikapi-putusan-mahkamah-agung-soal-semen-rembang-apa-kata-pemerintah/, di akses tanggal 11 Januari 2017
[10]
https://m.tempo.co/read/news/2016/10/14/063812260/putusan-pk-pabrik-semen-di-rembang-ganjar-pranowo-tunggu-ma , Di akses tanggal 11 Januari 2017
[11] http://kbr.id/12-2016/menteri_siti_perintahkan_gubernur_ganjar_cabut_izin_pabrik_semen_di_kendeng/87482.html, di akses tanggal 11 Januari 2017
[12] http://kbr.id/berita/12-2016/menteri_siti_sebut_pabrik_pt_si_di_rembang__boleh_beroperasi/87860.html Di akses tanggal 11 Januari 2017.
[15] https://tirto.id/akal-akalan-izin-semen-indonesia-di-rembang-cefz, di akses tanggal 11 Januari 2017











