Senin, 05 Desember 2016

BATASAN USIA DEWASA SESUAI PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA (Learn to Analyze) #Documentation2#

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya banyak pemikiran-pemikiran terkait batasan usia dan juga kedewasaan dari seseorang, atau lebih tepatnya anak-anak usia remaja yang memasuki kategori dewasa. Dalam hal ini, perdebatan tentang batasan umur masih terus berlangsung, tanpa ada kejelasan dan kepastian hukum yang bisa menjelaskannya.

Batasan-batasan umur terkadang tidak seiringan dengan ukuran kedewasaan yang sesuai dengan ketentuan, definisi tentang batasan umur itu sendiri hingga saat ini masih sangat rancu dalam pelaksanaannya, seperti dalam perundang-undangan terkait usia pernikahan, usia wajib pilih saat pesta pemilihan umum berlangsung dan beberapa peraturan lainnya.

Dan hal ini semakin menyebabkan kebingungan bagi setiap warga negara dalam melaksanakan kewajibannya, dan juga untuk mendapatkan haknya sebagai seorang warga negara. Batasan usia pernikahan yang diatur dalam perundang-undangan saat ini, masih menjadi perdebatan. Dikarenakan banyak hal yang menjadi pertimbangan terkait batasan-batasan tersebut, salah satunya bagaimana jika pemberlakuan tersebut menghambat proses pernikahan pada seseorang yang usianya masih masuk kategori belum dewasa, atau belum memasuki usia pernikahan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut para ahli terkait batasan umur, khususnya bagaimana Negara memberikan perlindungan dan hak tercantum dalam perundang-undangan yang dibuat, terutama dalam pemenuhan hak dari sebuah Negara kepada warganya, hal ini seperti tercantum dalam hasil penelitian terbagi menjadi 2 konteks yaitu:

1. Pengertian usia anak di Indonesia : manusia yang berusia 0-20 Tahun, yaitu mereka yang dalam perkembangannya terus menerus berubah/berkembang dan menjadikan potensi yang ada pada diri anaka tersebut, kemampuan sifat serta sikap dan perilaku konkrit, mencapai kematangan serta menuju kepada kedewasaan secara fisik dan psikis.[1]

2. Dari segi psikologis : anak merupakan makhluk individu, salah satu tahapan perkembangann manusia yang memiliki pribadi yang baik, khas, berbeda dengan pribadi manusia dewasa.[2]

1.2 Analisa Perundang-Undangan

Dalam beberapa perundang-undangan terkait batasan-batasan usia, masih banyak mengandung unsur yang berbeda dalam menterjemahkannya, dari beberapa pihak menterjemahkan batasan usia untuk anak-anak yang terkena tindak pidana adalah 16 Tahun[3], hal tersebut tercantum dalam undang-undang tindak pidana Pasal 45 .

Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah[4].

Simpang siur tentang batasan usia tentu saja menjadi semakin pelik ketika putusan itu menjerat pelaku tindak pidana di usia anak-anak. Namun dalam undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 47 (1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya:[5], hal tersebut juga diatur dalam Undang-undang perkawinan Nomor. 1 Tahun 1974 pasal 6 ayat 1 yang berbunyi untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.[6] Dalam hal ini, kandungan pasal yang mengatur tentang batasan usia pada anak-anak di bawah usia 21 Tahun masih berada dalam tanggung jawab orang tuanya.

Dalam melihat sisi peraturan terkait pembatasan usia, hal ini juga berkaitan erat dengan akses layanan pendidikan, di mana selama ini masih banyak anak-anak usia wajib belajar yang belum terpenuhi haknya, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Negara seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 Pasal 9 ayat 3 yang berbunyi Warga negara Indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya pemerintah dan/atau pemerintah daerah.[7]

Dalam pemenuhan hak dan juga keterkaitannya dengan batasan umur juga memberikan dampak yang sangat merugikan bagi anak dari hasil pernikahan campuran, salah satu contohnya kasus Gloria seorang anak dari perkawinan yang kedua orang tuanya berbeda kewarganegaraan, sehingga Gloria tidak diperbolehkan untuk tergabung dalam team Paskibraka Republik Indonesia pada 17 Agustus 2016, karena berkewarganegaraan ganda, Gloria belum bisa menentukan status warga negaranya sebelum berusia 18 Tahun, seperti yang diatur dalam UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya Undang-Undang ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran. Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.[8]

Dalam hal ini pemerintah juga mengatur tentang batasan umur untuk ketenagakerjaan, dalam undang-undang ketenagakerjaan No. 23 Tahun 2003 Pasal 69 ayat 1 yang menyebutkan Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.[9] berkaitan dengan jumlah pekerja anak di Indonesia saat ini, Dari jumlah keseluruhan anak berusia 5-17, sekitar 58,8 juta, 4,05 juta atau 6,9 persen di antaranya termasuk dalam kategori anak yang bekerja. Dari jumlah keseluruhan anak yang bekerja, 1,76 juta atau 43,3 persen merupakan pekerja anak.[10]

1.3 Kesimpulan

Banyaknya undang-undang yang mengatur tentang batasan umur menjadi polemik tersendiri dalam pelaksanaannya, dalam hal ini beberapa peraturan yang diberlakukan kepada anak-anak, dengan definisi batasan usia yang masih simpang siur. Membuat beberapa kebijakan tersebut menjadi perangkap bagi generasi muda di Indonesia untuk menyampaikan haknya, dan juga dalam menjalankan kewajibannya sebagai warga negara, dan perlakuan-perlakuan yang tidak adil semakin menganulir kreatifitas anak bangsa.

Dengan demikian perlu adanya kesepakatan dari lintas sektoral, khususnya pemerintahan di Indonesia untuk kepastian pemberlakuan batasan usia, yang saat ini masih berbeda-beda. Dikarenakan jika tidak adanya kesepakatan dalam pembelakuan tersebut, maka akan terjadi kebingungan dalam implementasi seluruh undang-undang yang dibuat, yang sesungguhnya pembuatan undang-undang tersebut sangat baik namun tidak tersosialisasikan dengan baik.

Era kepemimpinan Presiden terpilih saat ini, besar harapan setiap warga negara khususnya anak-anak muda mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum, terutama terkait kebijakan yang telah diberlakukan selama ini. Perlindungan dalam hal ketenagakerjaan, pemenuhan hak mereka untuk pendidikan, dan juga bagaimana aturan-aturan itu menjadi payung hukum yang tidak semata-mata ada.

Hak dan kewajiban setiap warga negara yang sudah selayaknya terpenuhi dan di penuhi menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan penuh terhadap keberlangsungan hidup anak-anak yang menjadi ujung tombak perubahan di Republik Indonesia.

1.4 Penutup

Dalam priambule Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada pasal 27 ayat 1 yang menyebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.[11] Dan juga tertera dalam ayat 2 tentang tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.[12]

Upaya Negara untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak kepada warganya tercantum dalam konstitusi, yang harus di laksanakan oleh seluruh elemen pemerintahan di Republik Indonesia. Pemberlakuan peraturan pembatasan umur kepada anak-anak, selayaknya pemerintah melakukan pengkajian ulang yang tujuannya untuk memberikan perlindungan kepada warganya, dengan melihat dan mempertimbangkan keselamatan mereka, serta keberlangsungan masa depan generasi muda di Indonesia. Saat ini generasi muda menaruh harapannya pada kebijakan dan perlindungan dari pemerintah Indonesia saat ini hingga menunjang segala bentuk kreatifitas untuk menuju kehidupan yang lebih baik lagi.

1.5 Referensi [1] http://library.upnvj.ac.id/pdf/2s1h... [2] http://library.upnvj.ac.id/pdf/2s1h... [3] http://www.hukumonline.com/klinik/d... [4] http://wcw.cs.ui.ac.id/repository/d... [5] http://m-alwi.com/undang-undang-per... [6] http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_7... [7]http://www.kinerja.or.id/pdf/738e1b... [8] http://www.kpai.go.id/artikel/statu... [9] http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_... [10] http://www.ilo.org/jakarta/info/pub... [11] http://www.biomaterial.lipi.go.id/m... [12] http://www.biomaterial.lipi.go.id/m... -