Ritual adat Po’o biasa
dilakukan pada bulan oktober sebelum
proses penanaman padi atau jagung disetiap tahunnya. Ritual adat ini dilaksanakan sebelum proses awal menanam padi atau jagung. Ritual Po’o ini melibatkan Tetua-Tetua Adat,
pemerintah desa, dan seluruh masyarakat
di komunitas Boafeo.
Proses ritual ini dilaksanakan di tempat khusus
yang sudah menjadi tempat ritual turun-temurun. Sebelum ritual Po’o
dilaksanakan, hari sebelumya masyarakat harus mempersiapakan bahan-bahan dan keperluan
untuk ritual seperti mengumpulkan kayu
bakar, mempersiapkan tungku, menyiapkan bambu yang menjadi wadah untuk memasak
nasi , beras, 1 ekor ayam tiap keluarga yang sudah memiliki
tanah garapan. Setelah bahan untuk ritual terkumpul, masyarakat berkelompok
membuat tungku. Satu kelompok biasanya terdiri dari tiga samapi empat keluarga.
Proses ritual biasanya dimulai pada jam 06.00 pagi. Semua
masyarakat berkumpul di tempat ritual.
Kemudian Mosalaki (Tetua Adat) menyalakan api pada tungkunya, setelah
api menyala disebarkan ke tungku masyarakat lain untuk memulai proses memasak.
Beras dimasukkan ke dalam bambu kemudian dibakar (Bheto). Masing-masing
kelompok memasak pada tungkunya.
Mosalaki
membuat masakan khusus untuk disajikan kepada leluhur. Saat semua
kelompok selesai memasak, proses ritual bisa dilaksanakan. Ritual Po’o
dilakukan dengan memberi makan kepada leluhur dengan cara melemparkan makanan
tersebut ke tempat yang dipercayai sebagai kuburan leluhur(nenek moyang) yang diwakili oleh Mosalaki sebagai ungkapan
terima kasih kepada leluhur yang sudah mewariskan tanah garapan sebagai sumber
kehidupan mereka.
Jika ritual tersebut dilanggar maka, semua tanaman akan
hancur dan tidak membuahkan hasil.
Proses ritual selanjutnya adalah Rokaniku (pengusiran hama). Rokaniku ini
dilakukan di sungai terdekat dari tempat ritual. Dalam proses ini masyarakat
harus menangkap belalang terlebih dahulu, kemudian mencari daun yang ukurannya
lebar. Daun tersebut dibentuk menyerupai perahu, belalang dimasukkan ke dalam perahu tersebut
kemudian dihanyutkan ke sungai.
Belalang adalah salah satu hama yang sering
merusak tanaman. Karena itu proses Rokaniku ini dipercaya dapat menyelamatkan tanaman dari serangan
hama. Setelah itu masyakat kembali ke tempat ritual sebelumnya, dalam perjalan
mereka bernyanyi lagu NGGO DOWE (lagu untuk menyambut penanaman). Saat mereka
sampai di tempat ritual mereka makan bersama sambil mendengarkan arahan-arahan
dari Tetua Adat dan tokoh pemerintah setempat. Saat itulah masyarakat bisa
melakukan penanaman di lahan garapan mereka.
Tulisan dari “Mayasari Bombong” (Peserta magang Divisi Pendidikan Masyarakat Adat-AMAN)
dari Komunitas Adat
Tawalian-Mamasa, Sulawesi Barat
08 Juni 2016











